GRAFFITI
GRAFFITI
GRAFFITI
GRAFFITI
GRAFFITI

Thursday, February 3, 2011

Dari Jalaludin Rumi


Sungguh gembira bila tangannya meraih tanganku dengan penuh cinta, menampakkan kepala di jendela seperti bulan bercahaya.

Seandainya penyejuk hatiku tiba, meringankan beban tangan dan kaki, kerena tangan dan kakiku sekarang masih terbelenggu oleh tangan dunia.

“Kau akan tahu aku tak bisa hidup tanpa kau, demi Tuhan yang mencabut nyawa insani, mati jalan terbaik bagiku dari pada tersesat di muka bumi.”

Aku tidak akan percaya Kau akan meninggalkan hambamu ini, sudah sering ku katakan, banyak musuh-musuhku sering kali menyiarkan berita palsu.

Kaulah jiwaku, tanpa jiwa aku tidak akan tahu bagaimana seharusnya hidup, Kaulah mataku tanpa Kau, aku akan buta.

Kau yang datang di waktu subuh pembawa pelita dan melayangkan hatiku, ambil layangkan pula rohku, jangan hanya hatiku.

Kutebarkan buaian agar hatiku diam, hatiku akan tidur lelap bila buaian ini tertanam.

Jika ia datang dengan hati riang gembira, berbaringlah kau dan pandang jelas mukzizat Tuhan itu.

Jalaluddin Rumi
Diwan
Syam-I Tabriz

Salib orang-orang Kristiani, dari ujung ke ujung telah aku kaji.
Dia tidak ada di salib itu.
Aku telah pergi ke kuil Hindu dan Pagoda tua.
Di tempat itu tidak ada tanda-tandanya.
Aku pergi kedataran tinggi Herat dan Kandahar, aku melihat Dia tidak ada di dataran tinggi maupun rendah.
Dengan hati mantap lalu aku pergi ke puncak gunung Qaf, disana ternyata hanya ada sarang burung 'Anga.
Aku pergi ke Ka'bah. Dia tidak ada di sana.
Aku lalu bertanya kepada Ibnu Sina tentangnya,
Dia di luar jangkauandari filosuf ini.
Aku melihat ke dalam Qalbuku sendiri, di situ tempatnya. Aku melihatnya.
Dia tidak di tempat lain.



"Biarkan dirimu ditarik secara diam-diam oleh suatu tarikan yang lebih kuat dari apa yang benar-benar engkau cintai."
Lalu cahaya hatinya begitu sangat terang dan Allah menguatkan hati itu dengan cahaya-Nya...


Jalaludin Rumi, 76 Aug 22, '06 1:41 AM, for everyone


Bila semua tidur, tapi tidur tak akan sanggup untuk menerbangkan aku, menerbangkan hati yang duka seperti aku, setiap malam mataku tak henti-hentinya menghitung tebaran bintang di langit.
Tapi tidur telah pergi dari mataku seakan tak akan kembali lagi, tidurku sudah meneguk racun perpisahan darimu, dan tak memiliki nafas lagi.
Apakah mungkin kuberikan obat pertemuan untuk ia yang telah terluka, yang telah menyerahkan mata dan hatinya kepada tanganmu?

Apakah, pintu kebajikan suatu ketika dan buat selama-lamanya keliru, jika kau mau memberikan anggur murni, apa kau juga tak mau memberikan sisa setetespun?

Tuhan telah memberikan cara bersenang-senang di ruang masing-masing, tanpa kehadiran kau tak seorang akan menemukan jalan yang lurus meuju ruang itu.
Jika aku telah merubah debu di jalan cinta, jangan kira aku berbuat sia-sia, apakah mungkin orang yang telah mengetuk pintu penyatuan denganmu akan sia-sia?
Jalaludin Rumi, 76

No comments:

Post a Comment